background img
banner
Jun 9, 2023
34 Views
Comments Off on ADINDA PUTRI KUSUMAWARDHANI, Pendorong Perubahan di Pesisir Utara Pasuruan
0 0

ADINDA PUTRI KUSUMAWARDHANI, Pendorong Perubahan di Pesisir Utara Pasuruan

Written by
Sosok Adinda Putri Kusumawardhani, inovator Mocaro Pasuruan. (KOMPAS/DAHLIA IRAWATI)
banner

Adinda dan teman-temannya meriset selama tiga bulan. Mereka menemukan mangrove ”Rhizophora mucronata” dan ”Avicennia marina” yang aman untuk diolah menjadi makanan dan minuman.

Umurnya belum genap 19 tahun. Namun, kiprah dan semangatnya tak bisa diremehkan. Dara asal Pasuruan, Jawa Timur, ini berusaha mengikis kemiskinan penduduk di pesisir pantai utara Pasuruan dengan potensi yang ada di sekitar.

Sweet-seventeen atau usia 17 tahun seringnya dirayakan oleh anak-anak muda dengan pesta. Namun, dara ini mengisi usia 17 tahun justru dengan memberdayakan masyarakat. Dua tahun ia dan timnya berusaha, kini istri-istri nelayan di pesisir pantai utara Pasuruan bisa merasakan manfaat, yaitu mendapat penghasilan sendiri (tidak tergantung dari suami).

Adinda Putri Kusumawardhani dan teman-teman satu timnya: Wijaya Tri Marta, Muhammad Ali Angga, Salimah Mutiatuz Zahra, dan Chintya Ayu Dwi Wardhani, memulai kiprahnya pada tahun 2021. Saat itu di tengah pandemi, anak-anak SMA tersebut tengah berkumpul dan ingin healing di pantai tidak jauh dari rumah mereka, yaitu di Pantai Penunggul, Nguling, Pasuruan, Jatim.

Pantai tersebut menurut mereka bagus, dengan tetumbuhan mangrove sebagai vegetasi utama di sana. Hanya saja, memang akses jalan ke lokasi tersebut masih belum bagus. Selama di pantai, alih-alih hanya swafoto serta ha-ha-hi-hi tidak jelas, teman semasa kecil dan satu organisasi Pramuka tersebut justru berpikir keras. ”Bagaimana pantai yang sebenarnya bagus tersebut bisa bermanfaat bagi warga sekitar?”

Kenapa pantai diharapkan memberikan manfaat? Karena, anak-anak itu menemui fakta tidak mengenakkan. Selain ekonomi warga pesisir yang pas-pasan dan tergantung dari tangkapan ikan (rata-rata pria di sana nelayan), nasib perempuan dan anak-anak di sana dinilai cukup memprihatinkan. Perempuan lebih banyak tidak boleh keluar rumah (bekerja) dan oleh suaminya hanya diminta membantu untuk menggulung dan menyulam jaring untuk menangkap ikan. Alhasil, penghasilan keluarga hanya dari pendapatan sang suami. Ujung-ujungnya, ekonomi keluarga pas-pasan, yang lalu memicu rendahnya pendidikan, hingga maraknya nikah muda.

”Teman-teman kami banyak yang nikah muda. Warga sana sepertinya tidak punya cita-cita tinggi atau pandangan untuk mengubah nasib menjadi lebih baik. Itu yang menurut kami tidak bisa dibiarkan,” kata Adinda saat ditemui di rumahnya di Prigen, Pasuruan, Minggu (4/6/2023).

”Frekuensi sama” dari lima anak muda tersebut terus didiskusikan di sebuah warung kopi tak jauh dari pantai. Itu adalah warung kopi tempat mereka biasa nongkrong. Hasilnya mengejutkan. Si pemilik warung justru memberi ide dan menantang mereka bisa membuat kopi (alternatif) di luar biji kopi biasanya. Kenapa? Karena untuk mendapatkan kopi, di pesisir Pasuruan, tidaklah mudah dan murah.

Anak-anak muda cerdas dan bersemangat itu pulang dengan tekad menggumpal. Ingin berinovasi, dan mencari solusi untuk hal yang menurut mereka bisa diperbaiki. Mereka pulang dan mencari referensi penelitian terkait mangrove, hingga ke riset-riset luar negeri. Akhirnya ditemukan ide mengolah buah mangrove menjadi minuman. Proyek mereka ini dinamai Mocaro, kependekan dari Mucronata Coffee Mangrove.

Riset pun mereka lakukan selama tiga bulan, dimulai dengan mencari buah mangrove yang berjatuhan di pantai. Mereka pun kemudian tahu bahwa mangrove punya banyak jenis. Dan akhirnya, mereka menemukan jenis mangrove aman dan bisa diolah untuk makanan-minuman adalah jenis Rhizophora mucronata dan Avicennia marina.

Tidak percaya

Riset itu tidak otomatis membuat orang sana percaya. Mereka meyakini bahwa mangrove beracun. ”Kami melakukan sosialisasi dan mengajak ibu-ibu nelayan di sana untuk membantu kami memproses kopi mangrove ini. Namun, rata-rata saat itu mereka menolak. Ada yang mengatakan produknya beracun dan ada yang tidak diizinkan suami keluar rumah (istri diharapkan hanya tinggal di rumah membantu suami),” kata Adinda. Akhirnya, di awal, anak-anak muda itu hanya dibantu oleh keluarga.

Namun beruntung, pandemi membuat hal yang semula tidak terbayangkan terjadi justru terjadi. Harga-harga mahal dan PHK di mana-mana. Itu akhirnya mendorong ibu-ibu nelayan ada yang mulai datang dan mengatakan ingin membantu mereka memproses mangrove.

”Di awal, mereka kami beri tugas untuk menyangrai buah mangrove yang sudah siap olah. Dari 1-2 ibu-ibu, lama-lama sekarang yang aktif ada 10 ibu-ibu. Dan alhamdulillah, dari hasil memproduksi dan menjual olahan mangrove ini, ada ibu-ibu yang bisa membiayai kebutuhan sehari-harinya bersama delapan anaknya,” kata gadis yang bercita-cita ingin bekerja di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tersebut.

Luar biasanya, untuk memberikan honor ibu-ibu nelayan yang mulai mau ikut bekerja, anak-anak itu patungan. Ya, mereka merogoh kocek sendiri untuk honor ibu-ibu nelayan itu. Sehari, mereka diberi honor Rp 50.000-Rp 100.000 per hari per orang. Itu dilakukan hingga hasil penjualan produk mereka bisa menutup ongkos produksi.

Produk Mocaro sementara ini hanya dibeli oleh warung tempat anak-anak itu nongkrong karena perizinannya masih diproses. Namun, produk tim Mocaro akhirnya meluas tidak hanya kopi. Muncul beberapa produk lain, seperti stik mangrove dan camilan khas pesisir lain. Produksi kopi mangrove dalam sebulan bisa memanfaatkan 100 kilogram buah mangrove. Kopi dijual kemasan kecil Rp 3.500 per saset(untuk 2-3 kali seduh), sementara stik mangrove dijual Rp 17.000 per kemasan.

Desember 2021, mereka iseng mengikutsertakan proyek Mocaro pada kompetisi anak muda dari Save The Children. Sayangnya, saat itu mereka gagal. Namun, sejak itu, Save The Children mengantongi inovasi anak-anak muda itu dan mengundangnya pada konferensi nasional di Jakarta, akhir 2022. Sejak dari pertemuan itu, mulai banyak orang mendukung kegiatan mereka dan membeli produk-produk Mocaro bersama ibu-ibu nelayan Pasuruan.

”Karena produk di luar kopi sudah berizin, maka kami dengan berani mengirim dan mempromosikannya. Adapun untuk kopi mangrove, kami masih berusaha mendapatkan izin,” kata sulung tiga bersaudara itu. Semua proses dilakoni tim Mocaro sendiri, mulai dari mengurus PIRT stik mangrove hingga kini mengajukan dukungan riset dan perizinan ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

”Kami berharap, pemerintah sebenarnya bisa mendukung proses-proses itu. Atau kalau tidak, membantu kami memperbaiki jalan ke Pantai Penunggul agar banyak orang datang wisata dan produk kami bisa dikenal dan dipasarkan di lokasi itu,” kata Adinda. Yang ada, pemerintah daerah akan meminta anak-anak itu menyiapkan produk mereka dan memamerkannya saat ada pameran. Pun, sebuah perusahaan listrik ”anak” BUMN di Pasuruan memilih membeli produk jadi sebanyak 300 kemasan per bulan dan meminta menyematkan label mitra binaan di kemasan produk tersebut.

Begitulah, tantangan memberdayakan masyarakat pesisir utara Pasuruan memang tidak mudah. Selain harus meyakinkan warga bahwa hidup mereka bisa lebih baik ke depan, mereka juga harus ”menyenangkan” banyak orang. ***

BIODATA
Nama: Adinda Putri Kusumawardhani
Lahir: Pasuruan, Juni 2004

Pendidikan: S-1 Hubungan Internasional Universitas Jember

Penghargaan:
– Peserta terpilih Powering the Movement Program (PTMP) PLAN Indonesia (2021)—fokus pada perkawinan anak.
– Delegasi Jatim dalam Jambore Pelajar Teladan Bangsa (2021)
– Wakil anak CLC di bawah Indonesia joining forces (2021-2022)
– Ashoka Young Changemaker (2023)

—–

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Juni 2023 di halaman 16 dengan judul “”.

Harian Kompas edisi 9 Juni 2023 halaman 16

Article Categories:
SOSOK
banner