Indra Sjafri berkeliling dan memantau hingga ke pelosok daerah-daerah demi mencari bakat-bakat muda Indonesia. Hasilnya adalah medali emas setelah 32 tahun dahaga kemenangan.
Untuk ketiga kalinya, Indra Sjafri membuktikan sentuhan emasnya ketika menangani tim sepak bola usia muda. Salah satu rahasia kesuksesannya bersandar pada kekuatan mental dan karakter kebangsaan yang kuat.
Dahaga prestasi di cabang sepak bola SEA Games terbasuh dalam satu malam di Phnom Penh, Kamboja. Stadion Nasional Olimpiade kembali menjadi arena yang bertuah bagi Indra Sjafri setelah sempat mengantarkan tim U-19 Indonesia menjuarai Piala AFF 2019 di tempat yang sama. SEA Games Kamboja 2023 lagi-lagi menjadi panggung pembuktian tangan dingin Indra dalam memoles bakat-bakat pesepak bola muda Indonesia.
Sebelum 2011, nama Indra Sjafri tidak terlalu dikenal publik sepak bola Indonesia. Sebelumnya, Indra adalah karyawan PT Pos Indonesia di Kota Padang, Sumatera Barat, karier yang diperoleh berkat prestasinya selama membela PSP Padang. Kecintaanya pada sepak bola, medorongnya mengambil kursus kepelatihan sembari bekerja di kantor pos.
Indra kian serius meningkatkan ilmu kepelatihannya hingga tidak lagi bisa membagi waktu antara sepak bola dan pekerjaan di kantor pos. Ia lalu memutuskan pensiun dini setelah 23 tahun mengabdi di kantor pos dan beralih fokus sepenuhnya pada dunia kepelatihan sepak bola. Sebuah keputusan yang mengundang kekhawatiran dari keluarganya. Kesulitan ekonomi pun sempat dirasakan Indra ketika masa transisi tersebut.
Saat Indra bekerja sebagai instruktur pelatih di Jambi, Indra mendapat tawaran dari Bob Hippy untuk memoles bakat-bakat pesepak bola muda Indonesia. Bob Hippy saat itu pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Tawaran Bob langsung diterima Indra. Apalagi dirinya telah mengantongi lisensi kepelatihan A dari Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC). Indra diproyeksikan menangani tim U-16 untuk mengikuti kualifikasi Piala Asia di Bangkok, Thailand. Tiba di Jakarta, Indra langsung bertugas menyeleksi 65 pemain yang dia sendiri tidak tahu asal-usulnya. Setelah memilih pemain-pemain yang dinilai punya kemampuan lebih, Indra mengikutsertakan mereka bertarung di Kualifikasi Piala Asia.
Namun, di sana Indra gagal membawa tim U-16 lolos ke babak berikutnya. Dari kegagalan itu, Indra mengevaluasi kekuatan timnya. Indra baru mengetahui bahwa sebanyak 65 pemain yang ia seleksi tersebut ternyata hanya berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Belum seluruh pemain di pelosok Nusantara berkesempatan mengikuti seleksi sehingga kekuatan tim U-16 yang dia bawa bukanlah kekuatan Indonesia yang sesungguhnya.
Di masa itu, belum banyak perhatian terhadap tim-tim usia muda. Indra pun merasa kesulitan untuk mendapatkan pemain-pemain terbaik dari seluruh Indonesia dan bukan hanya Jakarta dan sekitarnya. Pengalaman itu menginspirasi Indra untuk berkeliling dan memantau hingga ke pelosok daerah-daerah demi mencari bakat-bakat muda Indonesia.
Kebiasaan berkeliling Indonesia untuk mencari pemain itu rutin dia lakukan ketika menangani tim sepak bola usia muda di kemudian hari. Dari kebiasaan ini muncul nama-nama pemain seperti Sahrul Kurniawan, Ilham Udin Armaiyn, dan Yabes Roni Malaifani.
Kendala dana hampir selalu menjadi penghalang niat Indra menjaring bakat-bakat pesepak bola muda hingga sudut Indonesia. Akan tetapi, bantuan dana dari teman-teman Indra cukup meringankan upayanya. Cara lain yang Indra lakukan untuk menyiasati persoalan dana dalam blusukan mencari pemain adalah meminta tolong atau bekerja sama dengan pengurus Asosiasi Provinsi PSSI dalam membantu akomodasi.
Berangkat dari sana, Indra membangun tim yang kuat dan bisa mewakili semangat keberagaman Indonesia. Pemain-pemain yang dia jaring untuk membela Indonesia tidak lagi terpusat dari Jakarta dan sekitarnya. Prestasi pertama Indra bersama tim kelompok usia Indonesia adalah ketika menjuarai HKFA International Youth Invitation Tournament pada 2012 setelah mengalahkan Singapura di final. Indra ketika itu membesut tim U-17 yang diperkuat, antara lain, oleh Samuel Pellu, Evan Dimas, Putu Gede Juniantara, Sabeq Fahmi, dan Ravi Murdianto.
Dari sana nama Indra mulai dikenal luas sebagai juru taktik yang piawai meracik pemain-pemain usia muda. Puncaknya adalah ketika Indra membawa tim U-19 menjuarai Piala AFF 2013 di Sidoarjo, Jawa Timur. Torehan prestasi dari Indra teramat dielu-elukan saat itu di tengah dahaga prestasi timnas dan masalah dualisme liga.
Mental kebangsaan
Satu hal yang tidak pernah berubah dari Indra saat mendidik para pesepak bola muda Indonesia adalah membangun mental kebangsaan mereka. Ketika mampu menumbangkan Korea Selatan, 3-2, dalam kualifikasi Piala Asia 2014 di Jakarta, Indra berkali-kali menyuarakan kebesaran bangsa Indonesia di hadapan raksasa-raksasa sepak bola Asia. Sebuah hal yang dia ulangi kembali saat mengantarkan tim sepak bola U-22 merebut emas SEA Games.
”Indonesia bisa. Kita bisa memperlihatkan bahwa negara ini mampu, negara ini besar dan negara ini sanggup untuk mendapatkan kemenangan ketika kita semua bekerja sama,” kata Indra dalam unggahan di akun media sosial resminya, Kamis (18/5/2023).
Aspek mentalitas memang tidak pernah luput dari perhatian Indra setiap kali menangani tim sepak bola. Selain memancangkan semangat kebangsaan kepada para pesepak bola muda, Indra turut membangun mental mereka. Bagi Indra, aspek mentalitaslah yang paling cepat dalam menggerakkan seorang pemain. Kepada para pemainnya, Indra selalu menanamkan nilai-nilai bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar.
Hal itu terbukti dari motivasi bermain yang ditunjukkan pemain tim U-22 di Kamboja. Kiper Ernando Ari Sutaryadi, dalam perbincangan bersama Kompas, mengatakan, dia bisa bermain begitu heroik hingga membuat Thailand bertekuk lutut, 5-2, adalah karena motivasi ingin menunjukkan bahwa Indonesia tidaklah bisa dipandang sebelah mata.
Menyadari betapa pentingnya aspek mental bagi para pemain muda, Indra meminta kepada Ketua Umum PSSI Erick Thohir agar timnas didampingi tim psikolog ketika mengikuti SEA Games. Permintaan Indra disambut Erick. Tim psikolog sebanyak dua orang pun didatangkan. Mereka tampak selalu mendampingi pemain, baik di sesi latihan, pertandingan, maupun ketika berada di hotel.
Para pemain mengakui dampak langsung kehadiran tim psikolog. Para pemain merasa terbantu karena tim psikolog bisa mengontrol mental mereka. Menurut penuturan penyerang Irfan Jauhari, adanya tim psikolog membantu pemain memiliki jiwa second win sehingga selalu bisa bertahan dalam situasi sulit dan terdesak. Itu terlihat ketika Indonesia mengalahkan Vietnam 3-2 dengan 10 pemain di semifinal dan mampu bangkit kembali kendati Thailand menyamakan kedudukan menjadi 2-2 di menit-menit akhir laga final.
Tidak bisa dimungkiri Indra adalah pelatih tim kelompok usia tersukses Indonesia saat ini. Semua itu diraih berkat perhatiannya terhadap bakat-bakat muda Indonesia. Persembahan medali emas di Kamboja menjadi kado manis bagi sepak bola Indonesia yang tengah dirundung duka akibat Tragedi Kanjuruhan dan kegagalan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Indra Sjafri
Lahir: Lubuk Nyiur, Sumatera Barat, 2 Februari 1963
Karier:
Pelatih tim sepak bola Indonesia U-16
Pelatih tim sepak bola Indonesia U-19
Pelatih Bali United
Pelatih tim sepak bola Indonesia U-23
Direktur Teknik PSSI
Pelatih tim sepak bola Indonesia U-22
Prestasi:
Juara HKFA Youth Invitation Tournament (2012)
Juara Piala AFF U-19 (2013)
Juara Piala AFF U-22 (2019)
Medali emas SEA Games Kamboja 2023
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Mei 2023 di halaman 16 dengan judul “Sentuhan Emas Sang Pelatih”.

Harian Kompas edisi 20 Mei 2023 halaman 16